Terjatuh aku pada sebuah lubang gelap dan dalam. Pengap kurasa saat bernafas, dan tak ada secercah pun cahaya. Kudengar langkah kaki mendekati lubang, semakin dekat dan semakin cepat, hendak ia lompati lubang, namun ia tak bisa dan terjerembab…bertemu denganku. Pemilik langkah kaki itu, dia…sosok yang kukenal. Dia tampak amat lelah karena telah berlalu cukup kencang nan jauh tanpa bnerhenti, wajahnya bercucuran keringat, jantungnya berdegup kencang, namun senyumnya amat manis dan mulai menggatikan kepengapan nafasku.
Ia tak lontarkan sepatah katapun, tak jua ia menatap lama, hanya saja aku semakin bertanya-tanya dan berujar soal “ kenapa kau?.” Ia hanya duduk termangu menikmati hembusan nafasnya yang semakin normal. Aku tak dapat menahan rasa penasaran, kubertanya “ Aish, kau benar Aish yang dulu kukenal kan?.” Dia hanya tersenyum, aku yakin dia yang selama ini selalu ganggu tidurku, mengusik bunga malamku dan melengkapi setiap imajinasiku.
Lama waktu mempertemukan kami, Aish pun mulai bercakap. Ia bercerita tentang perjalanan yang selama ini dia tempuh. Kadang ia tertawa saat celoteh kecil kulontarkan. Kadang ia menangis saat masa lalunya mengganggu obrolan. Aku teriris saat ia menangis, entah kenapa. Di lubang ini aku mulai mengenal lebih jauh sosoknya, ia pun mulai melepaskan beban hati yang selama ini ia pikul. Kepengapanku mulai terganti dengan senyum manisnya. Walau ia tak seputih awan, walau ia tak secemerlang bulan, tapi jejak warnanya yang agak gelap bersinar saat aku memandangnya dan tak jemu aku melihatnya.
Suatu waktu ia mengeluh tentang kehidupan padaku. Ia hamper putus asa dan tak ingin hidup lama. Aku hanya dapat menemani dan memberinya petuah amatir. Sekejap mata tertutup, ia mulai bangkit dan menapaki lagi harinya. Kadang aku yang mengeluh tentang kehidupan, aku sempat menangis dfi hadapannya, aku malu namun itulah aku, tak dapat menahan air mata setetespun saat hatiku mulai terganggu dan remuk. Ia tersenyum, tak berani ia menyentuhku dengan tangannya apalagi memelukku dengan perawakannya yang tegap. Ia lontarkan petuah, suatu petuah yang amat menghujam di hatiku dank ala itu aku mulai tersenyum. Kucoba lagi jalani kehidupan yang berliku, karena ia yang semangati aku kala itu.
Terjerembab di lubang yang sama dalam jangka waktu yang lumayan lama, saling berbagi cerita, saling memberi semangat dan petuah kebaikan, aku dan Aish di sana. Setahap lagi kami dapat keluar dari lubang ini. Sejam lagi kami dapat benar-benar menghirup udara. Sebentar masa lagi, kami dapat menapaki indahnya alam bersama. Namun tak kuduga, sosok lain mulai mencengkram tanganku. Aku mengenalnya, ia yang selalu buatku nyaman dan tertawa. Ia mulai membawaku pergi dari lubang ini. Hanya aku yang ia bawa, Aish…Aish sendirian. Aku tak berdaya tuk tetap di samping Aish dan menolak sosok itu. Aku hanya dapat mengikuti sosok itu tanpa berpamit pulang pada Aish. Malangnya Aish dan kejamnya aku. Aku pergi bersama sosok itu tanpa melihat Aish. Aish hanya tersenyum, tak berujar Tanya, kata bahkan sekedar huruf.
Lama waktu menjelang, sosok itu mulai menjadi gemintang di hatiku. Gemintang amat menyenangkan walau terkadang torehkan kekesalan. Aku bahagia, aku tertawa namun terkadang aku masih mengenang indahnya Aish dalam imajinasiku. Hingga Aish terluka, aku masih sempat menangis untuknya. Aish mungkin kan hidup dalam imajinasi indah. Walau raganya tak termiliki namun Aish kan selalu indah sebagai sahabatku.
AISH, Sesaat Setelah BIMAK OUTDOOR 2010
Written By blogsmartcampz on December 27, 2011 | 10:32:00 PM
Labels:
Cerpen,
Pendidikan
RL04Bb xnhuesqeptec, [url=http://okbkcbdmsmmd.com/]okbkcbdmsmmd[/url], [link=http://rkqmvwgsxacf.com/]rkqmvwgsxacf[/link], http://uxwscqooaxvr.com/
ReplyDelete